Oleh: Epit Rahmayati
(PGC Foundation )
ALIMANNEWS.COM – Wanita mulia itu menjawab gamang, rasa malu jauh mengungguli keinginannya. Maksud hati ingin meminta bantuan pelayan pada sang ayah, apa daya lidah kelu untuk mengungkap, akhirnya hanya terlontar : “Tidak ada urusan yang kuingini ayah, aku hanya menyampaikan salam atasmu.”
Meski sang suami sudah berupaya turut serta membantu pekerjaan rumahnya, seakan kelelahan tak mau berkesudahaan. Beban fisik seolah telah melampaui batas kemampuan dirinya. Hingga di hari berikutnya ia kuatkan tekad kembali menjumpai sang ayah, dan kali ini sang suami menyertai.
Dari Ali r.a., ia berkata, Fatimah telah mengadu kepadaku tentang kedua tangannya yang lelah membuat adonan dari tepung gandum. Lalu aku berkata, “Jika kamu datang ke bapakmu, maka mintalah pelayan kepadanya.” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian berdua aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik untuk kalian dari pada seorang pelayan? Jika kalian hendak mendatangi kasur kalian, maka ucapkanlah 33 kali tahmid, 33 kali tasbih, dan 34 kali takbir.” (HR. At-Tirmidzi).
Hidup sejatinya bergerak, dan diam adalah kematian, cepat atau lambat. Tanda kehidupan jelas terlihat dari diri; seperti darah yang mengalir, mata berkedip dan jantung yang tak pernah berhenti berdenyut. Semua bergerak mengikuti sunatullah sebagai pemberi sinyal kehidupan masih berlangsung.
Dinamikanya, di kehidupan diri kerap dihadapkan pada berbagai problema yang menanti untuk diselesaikan. Tuntas satu urusan, beranjak pada urusan berikutnya. Lelah pastinya.
Secara tersirat kehidupan bagian dari proses merasai keletihan. Dan jauh sebelumnya, tentang ini sudah dikabarkan.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (Al- Balad: 4)
Sa’id ibnu Jubair rahimallah, dalam Tafsir Ibnu Katsir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya di surat tersebut. Menurutnya ‘susah payah’ yang dimaksud dapat juga bermakna susah payah dalam mencari penghidupan. Bahwa untuk dapat berdiri dan tegak, manusia akan mengalami susah payah.
Kepayahan bisa berwujud fisik atau mental. Fisik jelas terlihat dan mudah terdeteksi, karena sinyal tubuh segera merespon bila ada hal yang tak dirasa baik. Beda dengan keletihan mental, bila belum menumpuk, akan lama terkuak. Ada cemas, takut, depresi, hilang harap dan tak menampik melahirkan keputusasaan.
Keletihan mental lebih ketara pada kerapuhan diri saat menyikapi kehidupan. Seringkali hilang arah, tak tahu hendak berbuat apa. Jalan seperti buntu, mentok tak bisa melanjut.
Psikiater dr. Adil Shadiq, penulis buku Terapi Psikologis menyatakan bahwa “keletihan mental” yang terpendam dan mengendap justru merupakan tanda penyakit, dan bukan tanda kesehatan atau kesejahteraan seseorang.
Masih menurutnya, keletihan mental itu adalah sebuah petunjuk hidup, untuk bangkit pada satu upaya positif. Memang hasil akhir tak pernah bisa ditebak, bisa berhasil atau berujung pada ‘kegagalan’. Namun uniknya di sini, dari keberhasilan maupun kegagalan manusia akan belajar. Memecah masalah hidup yang memberi pencerahan dan pengalaman ke depan, agar diri lebih kuat dan waspada.
Indahnya nasehat Nabi SAW kepada anak dan menantunya, memberi arahan pemecahan masalah tidak instan dengan serta merta memberi keduanya khadimah / pelayan, walaupun beliau sanggup. Namun Rasulullah menitik beratkan penyelesaian pada mendahuluinya dengan menghampiri Allah selaku penggengam segala kunci solusi.
Rasulullah menitah keduanya mengawali membuka jalan keluar permasalahan dengan melepas kepenatan jiwa melalui kalimat dzikrullah . Hal ini dimaksud untuk meredam gejolaknya hingga jiwa menjadi tenang. Sangat logis, bermodal ketenangan diri akan lebih mudah berpikir mengurai masalah, yang pada akhirnya bijak menentukan tindakan.
Benar, memang tidak serta merta urusan selesai dengan berdzikir, masih ada rentetan lain yang juga minta diselesaikan. Namun ini adalah langkah pendahuluan, kekuatan penopang sebagai penyelesai urusan. Dan untuk melafazkan tasbih, tahmid dan takbir sebelum berbaring, semua orang mampu melakukan, bukan hak istimewa.
Tentu kita ingat, teori “dari dalam ke luar”. Dzikir yang terlantun ibarat inti/dalam, luarannya akan bermunculan ide dan kreatifitas. Dan dari hati yang tunduk tenang, jalan keluar jauh lebih produktif muncul ketimbang di hati yang kusut masai.
Selain itu, keletihan mental yang tak didukung dengan kekuatan spiritual menjadikan diri terpuruk pada asumsi-asumsi negatif. Kerap memilih jalan pintas dalam menuntaskan permasalahan, tanpa menimbang efek samping setelahnya. Menyelesaikan masalah dengan menambah masalah baru istilahnya.
Dasyatnya, mengawali pada pembenahan mental yang letih, jauh lebih efektif, karena akan melokalisasi keletihan untuk tidak merembet pada keletihan fisik. Kita tak memungkiri Mens sana in corpore sano, ungkapan Latin yang berarti “di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang sehat”. Lantas, bagaimana kesehatan mental mampu memengaruhi kesehatan fisik? Dilansir dari Halodoc, edisi 08 Oktober 2021, mengatakan:
Emosi positif ternyata berkorelasi dengan keadaan mental seseorang, begitu pula sebaliknya. Stres adalah contoh yang paling umum. Menurut American Psychological Association (APA), seseorang yang mengalami stres seringkali mengalami sakit perut. Lantas, bagaimana jadinya kalau seseorang mengalami stres kronis? Stres kronis yang tidak kunjung diobati mampu melemahkan tubuh dari waktu ke waktu.
Sementara seseorang yang mengidap skizofrenia sering dikaitkan dengan risiko kematian akibat penyakit jantung dan risiko kematian akibat penyakit pernapasan sebanyak tiga kali lipat.
Maka, cukuplah kembali kepada pemegang kuasa urusan, Allah. Dengan segala kekuatan-Nya mampu memilah dan memilih jalan keluar yang paling baik dan indah. Meski terkadang diri tak menyadari semua yang datang dari-Nya adalah cara-Nya membuat urusan kita selesai. Namun bilapun masalah belum terlihat usai meski diri telah mendekat, yakinlah paling tidak dengannya Allah berkehendak menguatkan bahu-bahu yang rapuh agar bisa tetap berdiri tegak dalam keterpurukan namun masih berpegang pada jalan-Nya, dan itu bertanda tingkat level kecintaan-Nya padamu akan bertambah, semoga.
#Narasiuntuksivilisasi